Yunus dan Pohon Mahoni

Mungkin karena saking cerdasnya, Yunus menolak titah Tuhan nya, yakni berda'wah di kampungnya, yang sudah mengurat nadi ma'siatnya. Pemimpin korup, kejahatan yang merajalela, judi, zina, dan segala macam kema'siatan tumplek blek di kampung itu.

"Sudahlah Tuhan, habisi saja kaum yang membangkang itu, luluh lantakkan saja mereka, musnahkanlah saja, penyakit mereka sudah stadium empat, sudah akut, tak mungkn sembuh", kata Yunus waktu itu.

Karena menilai bahwa umat di kampungnya tidak mungkin sembuh, Yunus berniat 'kabur' dari titah Tuhannya itu. Ketika Tuhannya mengutusnya pulang kampung untuk berda'wah, Yunus malah memilih menaiki kapal barang yang bukan menuju kampungnya, namun ke tempat lain.

Di tengah laut kapal yang ditumpangi Yunus, digoncang oleh ombak yang sedemikian dahsyat. Seuruh awak kapal kebingungan. Gelombang air yang sangat tinggi dan besar menghampiri kapal itu bertubi-tubi, memukul sisi-sisi kapal. Tak ayal lagi, seluruh awak kapal panik. Sang nahkoda berpidato kala itu, "saudara-saudara seluruh awak kapal dan enumpang kapal, silahkan berdoa kepada Tuhan mu masing-masing, mintalah gelombang yang maha dahsyat ini segera selesai". Semua awak kapal dan penumpang kapal barang itu pun berdoa. Tapi tak kunung surut juga gelombang itu. Masih saja menghantam-hantam kapal itu.

Sang nahkoda menilik satu persatu semua ABK dan penumpang kapal itu, "Hei, Yunus dimana?. Kenapa ia tak ikut berkumpul dan berdoa?". Semua ABK dan penumpang, melongok kiri dan kanan. Tak ada Yunus disana. "Badrun, cari dimana Yunus, dan seret dia kemari", kata sang nahkoda. Yang dipanggil badrun itu pun berlari kesana kemari untuk mencari Yunus.

Tak lama kemudian, "Pak Nahkoda, ini Yunus, ku temukan ia di pojok gelagak kapal sedang tertidur pulas", badrun melapor pada sang Nahkoda. Yunus mengucek-ucek mata yang masih memerah. "Ada apa pak nahkoda", kata Yunus. "Kau ini begimana, Yunus? Yang lain pada panik dan berdoa kepada Tuhan masing-masing, malah kau tidur-tidur. Apa kau tak tahu prahara yang menimpa kita sekarang ini?", nahkoda membentak marah. "Pasti kau punya salah sama Tuhanmu?", lanjut nahkoda. Yunus mengangguk, "iya pak saya memang punya salah sama Tuhanku, aku lari dari titahNya", kata Yunus. Sang Nahkoda terheran-heran. "Hei Yunus, siapa Tuhanmu itu sehingga bisa membuat gelombang yang sedemikian dahsyat ini?", tanya sang nahkoda. "Tuhanku adalah yang menguasai langit dan bumi, yang menguasai daratan dan lautan", jawab Yunus. Semua terbengong-bengong mendengar kata-kata Yunus itu.

"Baiklah, karena engkau yang salah dan yang menyebabkan prahara ini, maka kau harus bertanggung jawab", ujar sang nahkoda. "Berdoalah kepada Tuhanmu, supa prahara ini reda", lanjut sang nahkoda. "Gelombang yang maha dahsyat ini tak akan surut hanya dengan aku berdoa", ujar Yunus, "tapi aku akan tetap bertanggung jawab atas prahara ini". "Begimana caranya?", kata sang nahkoda. "Cemplungkan saja aku ke laut, maka laut tak akan marah", kata Yunus. "Baiklah, kau sendiri yang meminta", kata nahkoda.

Maka dengan berat hati seluruh ABK mendorong Yunus dan jatuhlah ia ke dalam laut yang sedang marah itu. Tak lama setelah Yunus nyemplung dalam laut, Lautpun lambat laun reda kemarahanya. Namun didasar laut seekor ikan hiu yang sangat besar, memangsa Yunus yang sedang kelelep. Atas kehendak Tuhan, Yunus yang tertelan ikan hiu besar itu masih hidup. Berhari hari Yunus di dalam perut ikan. Tanpa makan, tanpa minum. Maka dia pun menyadari kebodohannya. "Ya Allah, aku bersaksi tak ada Tuhan kecuali Engkau yang Maha Suci. Dan aku ini adalah tergolong manusia yang dholim". Terus menerus Yunus berdzikir kepada Allah. Seluruh alam yang mendengar doa Yunus, turut serta mendoakan Yunus. Hiu besar itu pun menjadi serba salah, ketika seluruh alam mendukung Yunus dan ikut mendoakan Yunus. Tapi kemudian si hiu itu keukeuh membiarkan Yunus dalam perutnya. Si hiu berpikir ia sedang menjalankan perintah Tuhannya sampai Tuhan menyuruhnya mengeluarkan Yunus dari perutnya. Si Hiu pun menahan tekanan dari alam yang demo minta Yunus dibebaskan. Sampai hiu itu tertidur karena lelah.

Kemudian Tuhan mengutus laut untuk membawa hiu tidur itu ke pantai dekat kampung Yunus. Tak lama Hiu itu terbangun dari tidurnya. Ia bangun karena ia telas bermimpi bahwa Tuhan memberitahunya bahwa tugas nya menahan Yunus telah usai. Dan ia harus mengeluarkan Yunus dari perutnya. Hiu pun mentaati perintah Tuhannya. Dan Yunus pun keluar dari perut ikan, di pantai dekat kampungnya.

Yunus akhirnya nyerah. Dan dia pun mulai berda'wah di kampungnya. Meski pada suatu ketika ia mengatakan pada Tuhannya, "Tuhan, aku sudah mengikuti perintahmu untuk berda'wah. Tapi lihatlah kampungku itu sudah rusuh, tak mungkin lah mereka bertobat", kata Yunus. "Aku Maha Mengetahui dan akulah yang Maha Membolak balik hati".

Yunus telah menjalankan perintah da'wah. Meski dalam hati ia masih ragu, penduduk kampungnya akan bertobat. Maka ia pun memilih tinggal di pinggiran kampung, sambil mengawasi dan ingin membuktikan bahwa prediksinya benar.

Suatu malam yang sangat panas, Yunus tak bisa tidur. Dia mengeluh, "Ya Tuhan, panas sekali malam ini". Maka seketika itu juga sebuah pohon mahoni yang rindang tumbuh dan memayungi rumah nya di pinggir kampung itu. Dan ia pun mulai terlelap. Pagi nya ia mendapati pohon mahoni yang rindang memayungi rumahnya. Yunus senang sekali.

Malam berikutnya Yunus terbangun dari tidur karena tiba tiba kamar tidurnya menjadi panas kembali. Yunus melongok keluar, pohon mahoni itu kini meranggas, seluruh daunnya dimakan ulat. "Tuhan, kemana pohon mahoni yang rindang itu, ulat-ulatmu telah memakan daun-daunnya. Aku jadi kepanasan lagi, aku tak bisa tidur lagi", ujarnya. Tuhan berkata, "Aku yang menumbuhkan pohon mahoni itu dalam semalam. Dan kau tak ikut-ikut menanamnya. Kau tak ikut-ikut memeliharanya. Kalau kemudian aku suruh ulat-ulatKu untuk memakan daun-daunNya. Kenapa engkau yang marah-marah??".

لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحانَكَ إِنّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمينَ


Comments

Popular posts from this blog

PUCUNG: (Cuplikan Serat Wedhatama)

Doa Faraj Nabi Khidir AS

Sayyid As Syaikh ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani