Posts

Showing posts from March, 2010

Membangkitkan Kebangkitan: Paradigma Baru Kemandirian -Noe Letto-

Ribut benar acara-acara Kebangkitan Nasional, dan saya cari-cari di mana diriku di tengah keramaian itu. Berhubung tidak menemukan diriku, maka saya mengandaikan diriku ini cukup penting di tengah orang banyak sehingga ada yang bertanya apa aspirasi saya tentang Kebangkitan Nasional. Nekad sayapun menulis tentang sesuatu yang jauh lebih besar dari diriku, yakni nilai-nilai yang melandasi sikap untuk bangkit sebagai bangsa, dengan judul ’sombong’ sebagaimana yang Anda baca. Pastilah, nilai yang diyakini dan dilaksanakan seseorang akan propagate ke mentalitas dan kualitas decision making yang seseorang itu. Nilai yang diyakini dan dilaksanakan sebuah generasi akan membawa perubahan pada generasi tersebut dan berpengaruh pada generasi setelahnya. Coba saya tuliskan sejumlah konten sikap dasar itu, memulai dari diriku sendiri, misalnya: mendapatkan kesenangan tanpa ada yang disusahkan. Sebuah sikap dasar yang menumbuhkan empati, membunuh budaya egoisme, menang sendiri d

Semua Presiden Punya Penyakit Gila

Kelihaian Gus Dur dalam melakukan serangan politik sambil berkelit dengan mengundang senyum geli memang tak diragukan lagi. Serangan atau kelitan poitik Gus Dur kerap mengundang tawa geli karena selain sangat keras juga lucu. Dia memang dikenal sebagai penyaji humor politik tingkat tinggi. Kita masih ingat humor politik Gus Dur yang dilempar kepada Presiden Kuba Fidel Castro. Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Kuba, Gus Dur memancing tawa saat menyelingi pembicaraannya dengan Castro bahwa semua presiden Indonesia punya penyakit gila. Presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua Soeharto gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila ilmu, sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila. Sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya. “Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?” Castro menjawab sambil tetap tertawa, “Saya termasuk yang ketiga dan keempat.” Apa selesai

Soeharto pilih NU 'Diskon'

Suatu hari, di bulan Ramadan, Gus Dur bersama seorang kiai lain (kiai Asrowi) pernah diundang ke kediaman mantan presiden Soeharto untuk buka bersama. Setelah buka, kemudian salat Maghrib berjamaah. Setelah minum kopi, teh dan makan, terjadilah dialog antara Soeharto dan Gus Dur. Soeharto: "Gus Dur sampai malam di sini?" Gus Dur: "Engga Pak! Saya harus segera pergi ke 'tempat lain'." Soeharto: "Oh iya ya ya... silaken. Tapi kiainya kan ditinggal di sini ya?" Gus Dur: "Oh, iya Pak! Tapi harus ada penjelasan." Soeharto: "Penjelasan apa?" Gus Dur: "Salat Tarawihnya nanti itu 'ngikutin' NU lama atau NU baru?" Soeharto jadi bingung, baru kali ini dia mendengar ada NU lama dan NU baru. Kemudian dia bertanya. Soeharto: "Lho NU lama dan NU baru apa bedanya?" Gus Dur: " Kalau NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23 rakaat." Soeharto: "Oh iya iya ya ya... ga apa-apa...." Gus Dur se

189 Gaya Bersetubuh

Ketika semua pihak berteriak “Musnahkan pornoaksi dan pornografi di negeri ini karena nggak sesuai dengan syariat Islam,” Gus Dur justru kurang sependapat. Gus Dur berusaha mengambil contoh dari sisi pandangan Islam tentang porno tersebut. Misalnya saja ketika Gus Dur menjawab interview dengan Jaringan Islam Liberal, Gus Dur menyebut kitab Raudlatul Mu’aththar sebagai korban tentang kesalahan memandang pengertian daripada kata porno. “Anda tahu, kitab Raudlatul Mu’aththar (The Perfumed Garden, Kebun Wewangian) itu merupakan kitab Bahasa Arab yang isinya tata cara bersetubuh dengan 189 gaya, ha … ha … ha. Kalau gitu, kitab itu cabul dong?”

Duh,

oleh: Galang Swatantra Ekajati Terbata aku mengeja NamaMU dalam hening hingga nyaring swaramu yang bening mengelus lembut asaku yang terenggut Tanganku rusuh kepalaku keruh dadaku yang bergemuruh tak ragu menghunus pedang dan kelewang membunuh keweningan Lidahku berkarat sekarat oleh hujat Tak mampu lagi mengecap rasa malu memohon maafMU atas tumpukan noda yang sama sedetik lalu Duh, Gusti Ampun beribu ampun aku pasrah menyerah kalah oleh kasihMu yang agung tak tanggung-tanggung Dan kini, Terbata aku menyebut NamaMU dalam hening hingga nyaring swaramu yang bening mengelus lembut asaku yang terenggut

Generasi Larva: Memulai 100 Tahun Kedua -Noe Letto-

Salah satu produk populer di ”dunia gaul” dari 100 tahun kebangkitan bangsa kita adalah idiom ”Indonesia banget!”. Bahasa tubuh dan mimik yang mengungkapkan istilah itu mengungkapkan konotasi negatif. Mungkin sekali saya salah, tetapi sering kali saya merasakan bahwa ”Indonesia banget” adalah kata ganti untuk semacam perilaku negatif, yang sehari-hari atau bahkan untuk kasus-kasus dalam skala yang lebih besar. Misalnya, buang sampah sembarangan, melanggar peraturan lalu lintas, merokok di no smoking area, tidur saat rapat atau sidang, koruptor tak terhukum, umbar janji pemilihan, bahkan pada kasus tertentu: ngiler bisa dikomentari ”Indonesia banget lu!”. ”Output” cinta Sampai umur 29 tahun sekarang, tidak saya peroleh ”peluang menjadi pahlawan”, misalnya, dengan berjuang melawan Jepang atau Belanda. Tidak mengalami secara langsung Sumpah Pemuda, Kebangkitan Nasional, juga Proklamasi Kemerdekaan. Ketika Reformasi terjadi, saya kesepian kuliah di Edmonton Kanada Utara tanpa seorang teman

Guyon dengan Fidel Castro

Nah, ini yang jadi guyonan Gus Dur sewaktu masih menjadi Presiden RI saat berkunjung ke Kuba dan bertemu pemimpin Kuba, Fidel Castro. Saat itu Fidel Castro mendatangi hotel tempat Gus Dur dan rombongannya menginap selama di Kuba. Dan mereka pun terlibat pembicaraan hangat, menjurus serius. Agar pembicaraan tidak terlalu membosankan, Gus Dur pun mengeluarkan jurus andalannya, yaitu guyonan. Beliau bercerita pada pemimpin Kuba, Fidel Castro, bahwa ada 3 orang tahanan yang berada dalam satu sel. Para tahanan itu saling memberitahu bagaimana mereka bisa sampai ditahan di situ. Tahanan pertama bercerita, “Saya dipenjara karena saya anti dengan Che Guevara.” Seperti diketahui Che Guevara memimpin perjuangan kaum sosialis di Kuba. Tahanan kedua berkata geram, “Oh kalau saya dipenjara karena saya pengikut Che Guevara!” Lalu mereka berdua terlibat perang mulut. Tapi mendadak mereka teringat tahanan ketiga yang belum ditanya. “Kalau kamu kenapa sampai dipenjara di sini?” tanya mereka berdua kepa

Taman -Chairil Anwar-

Taman punya kita berdua tak lebar luas, kecil saja satu tak kehilangan lain dalamnya. Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpulh warna Padang rumputnya tak berbandin permadani halus lembut dipijak kaki. Bagi kita bukan halangan Karena dalam taman punya kita berdua Kau kembang, aku kumbang aku kumbang, kau kembang. Kecil, penuh surya taman kita tempat merenggut dari dunia dan 'nusia Maret 1943