PUCUNG: (Cuplikan Serat Wedhatama)

[1]
Ngelmu iku, kelakone kanthi laku,
Lekase lawan kas,
Tegese kas nyantosani,
Setya budya pangekese dur angkara.

Terjemahan:

Ngelmu itu terlaksana dengan penghayatan,
Penerapannya harus dengan sungguh-sungguh, Artinya,
benar-benar dapat memberikan kesentosaan,
Dengan kesadaran yang kokoh untuk menaklukkan angkara murka.

[2]
Angkara gung, neng angga anggung gumulung,
Gegolong nira,
Triloka lekere kongsi,
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.

Jarwa:
Sifat angkara murka itu berada di dalam pribadi,
Sesuai dengan tingkatan Anda,
Ia meliputi tiga dunia,
Bilamana dibiarkan, akan mendatangkan malapetaka.

[3]
Beda lamun, wus sengsem rehing asamun,
Semune ngaksama,
Sasamane bangsa sisip,
Sarwa sareh saking mardi martotama.

Jarwa:
Beda halnya, dengan yang sudah senang hidup di keheningan,
Wajahnya mencerminkan sebagai pemaaf,
Terhadap sesamanya yang berbuat kesalahan,
Senantiasa sabar dalam berupaya menjadi seorang pemurah.

[4]
Taman limut, durgameng tyas kang weh limput,
Kerem ing karamat,
Karana karoban ing sih,
Sihing suksma ngrebda sahardi gengiro.

Jarwa:
Sama sekali tidak tergoda, oleh rintangan hati yang lupa,
Telah tenggelam dalam keluhuran budi,
Karena memperoleh anugerah Tuhan,
Anugerah yang berlimpah ibarat gunung besarnya.

[5]
Yeku patut, tinulad-tulad tinurut,
Sapituduhira,
Aja kaya jaman mangkin,
Keh pramudha mundhi dhiri rapal makna.

Jarwa:
Manusia seperti itulah yang wajib diikuti, dan
Diindahkan semua petunjuknya,
Jangan seperti zaman sekarang,
Banyak kaum muda yang menyombongkan diri,
padahal kemampuanya sekedar menghafal.

[6]
Durung pesus kesusu keselak besus,
Amaknani rapal,
Kaya sayid weton Mesir,
Pendhak-pendhak angendhak gunaning janma.

Jarwa:
Belum becus tergesa-gesa berlagak,
Menjelaskan kandungan yang diucapkan,
Gayanya bagaikan profesor dari Mesir,
Setiap kali meremehkan kepandaian orang lain.

[7]
Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-ngaku,
Akale alangka,
Elok Jawane den mohi,
Paksa langkah ngangkah met kawruh ing Mekah,

Jarwa:
Yang seperti itu, tergolong orang yang cuma mengaku,
Hasil pemikirannya tak ada,
Kebudayaan Jawanya dijauhi,
Memaksa diri melangkah menimba pengetahuan di Mekah.

[8]
Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh,
Lumeket ing angga,
Anggere padha marsudi,
Kana kene kahanane nora beda.

Jarwa:
Tidak tahu, bahwa sarinya rasa yang dicari itu,
Melekat dalam diri sendiri,
Asal diusahakan dengan sungguh-sungguh,
Di sana (Mekah) dan di sini (Jawa) tak ada bedanya.

[9]
Uger lugu, denta mrih pralebdeng kalbu,
Yen kabul kabuka,
Ing drajat kajating urip,
Kayakang wus winahya sekar Srinata.

Jarwa:
Asal jujur, yang Anda lakukan untuk memperoleh kearifan,
Bilamana terkabul niscaya terbuka,
Derajat yang dihajatkan dalam hidup,
Seperti yang dipaparkan dalam kitab suci.

[10]
Basa ngelmu, mupakate lan panemu,
Pasahe lan tapa,
Yen satriya tanah Jawi,
Kuna-kuna kang ginilut tri-pakara.

Jarwa:
Bicara tentang ilmu, harus berdasarkan penemuan,
Berhasilnya dengan perenungan,
Adapun bagi satria di Pulau Jawa,
Sejak dulu yang diusahakan dengan cermat itu tiga ha.

[11]
Lila lamun, kelangan ora gegetun,
Trima yen ketaman,
Sak serik sameng dumadi,
Tri legawa nalangsa ing bathara.

Jarwa:
Rela dan tidak menyesal bila kehilangan,
Sabar bila terkena,
Sirik dari manusia lain,
Ikhlas dan berserah diri kepada Tuhan.

[12]
Bathara gung, inguger graning jejantung,
Jenek Hyang Wisesa,
Sana pasenetan suci,
Nora kaya si mudha mudhar angkara.

Jarwa:
Tuhan Yang Mahaagung disemayamkan di puncak jantung,
Sehingga Tuhan Yang Mahakuasa rela,
Bersemayam di tempat suci,
Tidak seperti si orang muda yang menuruti hawa nafsunya.

[13]
Nora uwus, kareme anguwus-uwus,
Uwose tan ana,
Mung janjine muring-muring,
Kaya buta buteng betah nganiaya.

Jarwa:
Tidak ada habisnya, gemarnya mengumpat-umpat,
Hakikatnya tidak ada,
Cuma marah-marah,
Seperti raksasa naik pitam dan senang menganiaya.

[14]
Sakeh luput, ing angga tansah linimput,
Linimpet ing sabda,
Narka tan ana udani,
Lumuh ala hardhane ginawe gada.

Jarwa:
Segala kesalahan, di badan sendiri disembunyikan,
Ditutupi dengan berbagai dalih,
Mengira tak ada yang menelanjangi,
Enggan dikatakan jahat angkara murkanya dijadikan senjata.

[15]
Durung punjul, kesusu keselak jujul,
Kaseselan hawa,
Cupet kapepetan pamrih,
Tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa.

Jarwa:
Belum memiliki kelebihan, tak mampu menampung ilmu,
Karena dipenuhi hawa nafsu,
Pikiran pendek tertutup pamrih,
Mustahil bila hendak mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.



Dengan Meng-Klik Salah Satu Iklan di bawah ini, Anda telah menyumbang untuk keberlangsungan BLOG ini,..^_^ Terima Kasih

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Doa Faraj Nabi Khidir AS

Sayyid As Syaikh ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani