Sayyid As Syaikh Muhammad Bahauddin An Naqsyabandi (part 2)

Shah bahauddin naqshbandi (prat 2)
Tentang Dzikir Keras (Zahar) dan Dzikir Dalam Hati (Khafi)
Dari kehadiran al-Azizan ada dua metode dzikir, yaitu dzikir khafi (dalam hati) dan dzikir zahar (keras). Aku menyukai dzikir dalam hati karena dia lebih kuat dan lebih bijaksana.
Izin untuk melakukan dzikir harus diberikan oleh orang yang sempurna, agar bisa mempengaruhi orang yang menggunakannya, sebagaimana halnya panah dari seorang yang ahli memanah lebih baik daripada panah yang dilepaskan dari busur orang biasa.
Beliau menambahkan 3 Prinsip ke dalam 8 Prinsip Syaikh Abdul Khaliq:
9. Kesadaran akan Waktu (wuquf zamani)
Kesadaran akan waktu berarti memperhatikan ketenangan seseorang dan mengecek kecenderungan seseorang kepada kelalaian. Para pencari harus mengetahui berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bergerak menuju kematangan spiritual dan harus mengenal di tempat apa dia telah sampai dalam perjalannya menuju Hadirat Ilahi. Para pencari harus membuat kemajuan dengan segala usahanya. Dia harus menghabiskan seluruh waktunya untuk satu tujuan yaitu sampai di maqam Cinta Ilahi dan Hadirat Ilahi. Dia harus menjadi sadar bahwa dalam segala usahanya dan dalam segala tindakannya Allah I menyaksikan sampai sedetail-detailnya. Para pencari harus membuat catatan mengenai tindakan dan niatnya setiap hari dan setiap malam dan menganalisa tindakannya setiap jam, setiap detik, dan setiap saat. Jika semuanya baik, dia bersyukur kepada Allah I atas nikmat tersebut. Jika tindakannya buruk, dia harus bertaubat dan memohon ampun kepada Allah I.
Ya'qub al-Charki k berkata bahwa Syaikhnya, Ala'uddin al-Attar k berkata,
Dalam keadaan depresi, engkau harus banyak beristighfar (memohon ampunan Allah I), dan dalam keadaan bergembira, harus banyak bersyukur kepada Allah I.
Sebagai pertimbangan kedua keadaan ini, kontraksi (menciut) dan ekspansi (mengembang), adalah arti dari wuquf zamani.
Syah Naqsyband k menerangkan keadaan tersebut dengan berkata,
Engkau harus menjadi awas akan dirimu. Jika engkau mengikuti syari�ah maka engkau harus bersyukur kepada Allah I, bila tidak, maka engkau harus memohon ampun.
Yang penting bagi seorang pencari dalam keadaan ini adalah menjaga periode waktu terkecil agar tetap aman. Dia harus menjaga dirinya dan menilai apakah dia dalam Hadirat Allah I atau dalam hadirat egonya, setiap saat dalam hidupnya. Syah Naqsyband k berkata, �Engkau harus mengevaluasi bagaimana engkau menghabiskan waktumu: dalam Kehadiran atau dalam Kelalaian.�
10. Kesadaran akan Jumlah (wuquf `adadi)
Kesadaran akan jumlah berarti para pencari yang sedang berdzikir harus memperhatikan bilangan dzikir yang tepat yang diperlukan dalam dzikir khafi. Menjaga hitungan dzikir ini bukan untuk perhitungan itu sendiri tetapi demi menjaga hati agar tetap aman dari pikiran buruk dan untuk meningkatkan konsentrasi dalam usaha mencapai jumlah pengulangan yang telah ditetapkan oleh Syaikh secepat mungkin. Pilar dzikir melalui perhitungan adalah untuk membawa hati kepada Hadirat Ilahi yang disebutkan dalam dzikir tersebut dan tetap menghitung, satu demi satu, untuk membawa perhatian seseorang kepada realitas bahwa setiap orang membutuhkan Dia Yang Maha Esa yang tanda-tanda (Kebesaran)-Nya tampak pada setiap makhluk.
Syah Naqsyband k berkata, �Memperhatikan jumlah dzikir adalah langkah pertama dalam tahap mendapatkan Pengetahuan Surgawi (`ilm ul-ladunni).� Ini berarti perhitungan itu mengantarkan seseorang untuk mengenali bahwa hanya Satu yang dibutuhkan dalam hidup. Semua persamaan matematis memerlukan nomor Satu. Semua makhluk membutuhkan Zat Yang Maha Esa.
11. Kesadaran akan Hati (wuquf qalbi)
Kesadaran akan hati berarti mengarahkan hati para pencari menuju Hadirat Ilahi, di mana dia tidak akan melihat yang lain kecuali Yang Paling Dicintainya. Hal itu berarti untuk mengalami manifestasi-Nya (tajjali) dalam semua keadaan. Ubayd Allah al-Ahrar k berkata, �Tingkat Kesadaran Hati adalah tingkatan untuk hadir dalam Hadirat Ilahi sedemikian rupa sehingga engkau tidak bisa melihat yang lain selain Dia.� Dalam situasi demikian seseorang memusatkan tempat dzikirnya dalam hati sebab inilah pusat kekuatan. Semua pikiran dan inspirasi, baik maupun buruk, jatuh dan muncul satu demi satu, berputar dan mengalir, bergerak di antara terang dan gelap, dalam perputaran yang konstan, di dalam hati. Dzikir diperlukan untuk mengontrol dan mengurangi gejolak dalam hati.
Makna dari Ummat Muhammad e
Syah Naqsyband k berkata,
Ketika Rasulullah e bersabda, �Porsi ummatku yang ditakdirkan untuk api neraka adalah seperti porsi Ibrahim u yang ditakdirkan untuk api Namrud,� beliau memberi kabar gembira tentang penyelamatan bagi ummatnya sebagaimana Allah I telah menggariskan penyelamatan untuk Ibrahim u, Ya naru kunii bardan wa salaman �ala Ibrahiim ('Wahai api, jadilah dingin dan jadilah keselamatan bagi Ibrahim u�) [21:69]. Ini dikarenakan Rasulullah e bersabda, 'Ummatku tidak akan setuju dengan suatu kesalahan,� menegaskan bahwa Ummat tidak akan menerima perbuatan yang salah, dan dengan demikian Allah I akan menyelamatkan ummat Muhammad e dari api neraka."
Syaikh Ahmad Faruqi k mengatakan bahwa Syah Naqsyband k berkata,
Ummat Muhammad e meliputi semua orang yang muncul setelah Rasulullah e. Dia terdiri atas 3 macam ummat, yaitu:
1. Ummatu-d-Da�wah: yaitu setiap orang yang benar-benar muncul setelah Rasulullah e dan mendengar pesannya. Dari berbagai ayat dalam al-Quran, sudah jelas bahwa Rasulullah e datang kepada semua manusia tanpa kecuali, lebih jauh lagi ummatnya cukup menjadi saksi bagi ummat-ummat yang lain, dan Rasulullah e adalah orang yang menjadi saksi bagi setiap orang, termasuk ummat-ummat yang lain dan saksi-saksi yang mewakili mereka masing-masing.
2. Ummatu-l-Ijaba: yaitu orang-orang yang menerima pesannya.
3. Ummatu-l-Mutaba�a: yaitu orang-orang yang menerima pesan dan mengikuti jejak Rasulullah e.
Semua golongan ummat Rasulullah e tersebut akan selamat. Jika mereka tidak diselamatkan melalui amalnya, mereka akan diselamatkan melalui Perantaraan Rasulullah e, menurut sabdanya, �Perantaraanku adalah untuk para pendosa besar di antara Ummatku.�
Dalam Mencapai Hadirat Ilahi
Beliau berkata,
Apa yang dimaksud dengan hadits Rasulullah e, as-shalatu mi�raj ul-mu'min (�Shalat adalah mi�raj bagi orang yang beriman�), adalah indikasi yang jelas mengenai tingkatan Shalat yang sejati, di mana orang-orang yang shalat naik ke Hadirat Ilahi dan padanya terdapat manifestasi rasa hormat yang mendalam, kepatuhan dan kerendahan hati, di mana hatinya mencapai keadaan kontemplasi melalui shalatnya. Ini akan mengantarkannya kepada suatu panorama dari Rahasia Ilahi. Itu adalah deskripsi mengenai shalatnya Rasulullah e dalam sirah (sejarah hidupnya). Dikatakan bahwa ketika Rasulullah e mencapai keadaan tersebut, orang-orang di luar kota pun dapat mendengar suara yang berasal dari dadanya yang menyerupai dengungan lebah.
Salah satu ulama di Bukhara bertanya kepada beliau, �Bagaimana seorang hamba mencapai Hadirat Ilahi dalam shalatnya?� Beliau menjawab,
Dengan memakan dari hasil jerih payahmu dan dengan mengingat Allah I dalam shalat dan di luar shalatmu, dalam setiap penyucian diri dan dalam setiap peristiwa hidupmu.
Tentang Politheisme Tersembunyi - Syirik
Syaikh Salah, seorang pelayannya melaporkan,
Suatu ketika Syah Naqsyband k berkata kepada para pengikutnya, �Suatu hubungan antara hatimu dengan sesuatu selain Allah I adalah hijab terbesar bagi seorang pencari,� setelah itu beliau membaca bait puisi berikut,
�Hubungan dengan selain Allah I,
�Adalah hijab (sekat) terkuat,
�Dan meninggalkannya,
�Adalah Jalan Pembuka bagi suatu Pencapaian.�
Segera setelah beliau membacakan bait tersebut, terlintas dalam benakku bahwa beliau merujuk pada hubungan antara Iman dan penyerahan diri pada Kehendak Ilahi. Beliau menoleh kepadaku, tertawa dan berkata, �Apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Hallaj? �Aku menolak agama Allah I, dan penolakan itu adalah wajib bagiku meskipun tampak menyeramkan bagi kebanyakan Muslim.� Wahai Syaikh Salah, apa yang terlintas dalam benakmu�bahwa hubungan itu adalah dengan Iman dan Islam�bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah Iman Sejati, dan Iman Sejati bagi Orang yang Benar adalah membuat hatinya menyangkal apapun selain Allah I. Itulah yang membuat Hallaj berkata, �Aku menyangkal agama-Mu dan penyangkalan itu adalah wajib bagiku, meskipun tampak menyeramkan bagi Muslim.� Hatinya tidak menginginkan yang lain kecuali Allah I.
�Tentu saja Hallaj tidak menyangkal Imannya dalam Islam, tetapi beliau menekankan bahwa hatinya hanya terkait kepada Allah I saja. Jika Hallaj tidak menerima segala sesuatu selain Allah I, bagaimana mungkin orang mengatakan bahwa sebenarnya beliau menyangkal agama Allah I? Pernyataannya tentang realitas Kesaksiannya mencakup segalanya dan membuat kesaksian Muslim yang awam menjadi mainan anak-anak.�
Syaikh Salah k melanjutkan,
Syah Naqsyband k berkata, �Hamba-hamba Allah I tidak bangga dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukannya karena cinta kepada Allah I.�
�Rabi�a al-�Adawiyya k berkata, �Ya Allah I, Aku tidak beribadah untuk mencari balasan Surga-Mu, tidak pula karena takut akan siksa-Mu, tetapi Aku menyembah-Mu hanya untuk Cinta-Mu.� Jika ibadahmu untuk menyelamatkan dirimu sendiri atau untuk mendapat balasan tertentu bagi dirimu sendiri, maka itu adalah syirik yang tersembunyi, karena engkau telah menyekutukan Allah I baik dengan pahala maupun azab. Inilah yang dimaksud oleh Hallaj.�
Syaikh Arslan ad-Dimasyqi k berkata sebagaimana yang diceritakan oleh Syah Naqsyband k,
Ya Allah I, agama-Mu bukanlah apa-apa, melainkan syirik yang tersembunyi, dan untuk tidak beriman kepadanya adalah wajib bagi seluruh hamba yang benar. Orang-orang yang beragama tidak menyembah-Mu, mereka hanya beribadah untuk mendapat Surga atau agar selamat dari Neraka. Mereka menyembah keduanya sebagai berhala, dan itulah seburuk-buruknya kemusyrikan. Engkau telah berkata, man yakfur bi-t-taghuti wa yu'min billahi faqad istamsaka bil-�urwati-l-wutsqa (�Barangsiapa yang ingkar terhadap Taghut (berhala) dan beriman kepada Allah I, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada Pegangan (Tali) yang Kokoh�) [2:256]. Untuk ingkar kepada berhala-berhala ini dan beriman kepada-Mu adalah wajib bagi orang-orang yang benar.
Syaikh Abul-Hasan asy-Syadzili k, salah seorang Syaikh Sufi agung pernah ditanya oleh Syaikhnya, �Wahai anakku, dengan apa engkau akan bertemu Tuhanmu?� Beliau berkata, �Aku datang kepada-Nya dengan kemiskinanku.� Syaikhnya menjawab,
Wahai anakku, jangan kau ulangi lagi hal ini. Ini adalah berhala terbesar, karena engkau masih mendatangi-Nya dengan sesuatu. Bebaskan dirimu terhadap segala sesuatu baru kemudian engkau datang kepada-Nya. Para fuqaha (ahli hukum) dan pemegang ilmu eksternal memegang teguh pada perbuatan mereka dan dengan dasar tersebut mereka mengembangkan konsep pahala dan azab. Jika mereka baik, mereka akan mendapat kebaikan dan bila mereka buruk mereka menemukan keburukan, apa yang bermanfaat bagi seorang hamba adalah perbuatannya dan apa yang menyakitinya adalah perbuatannya juga. Bagi penganut thariqat, hal ini adalah syirik tersembunyi, karena seseorang menyekutukan sesuatu dengan Allah I. Meskipun untuk melakukan (perbuatan baik) adalah suatu kewajiban, tetap saja hati tidak boleh terikat dengan perbuatan tersebut. Perbuatan itu hanya dilakukan karena Allah I dan untuk Cinta-Nya, tanpa pamrih apa pun.
Tentang Thariqat Naqsybandi
Syah Naqsyband k berkata,
Thariqat kita sangat langka dan sangat berharga. Ini adalah �urwati-l-wutsqa (�Memegang Teguh�), jalan untuk memegang jejak Rasulullah e dan para Sahabatnya dengan teguh dan kokoh. Mereka membawaku ke jalan ini dari pintu Nikmat, karena pada awal dan akhirnya, Aku tidak melihat apapun kecuali Nikmat Allah I. Di jalan ini pintu-pintu besar dari Pengetahuan Surgawi akan dibukakan bagi para pencari yang mengikuti jejak Rasulullah e.
Untuk mengikuti Sunnah Rasulullah e adalah jalan terpenting yang akan membukakan pintu kepadamu.
Barangsiapa yang tidak datang ke jalan kita, maka agamanya berada dalam bahaya.
Beliau pernah ditanya, �Bagaimana seseorang datang ke jalanmu?� Beliau menjawab, �Dengan mengikuti Sunnah Rasulullah e.�
Kami telah membawa penghinaan dalam Jalan ini, dan sebagai balasannya Allah I memberkati kita dengan Kemuliaan-Nya.
Beberapa orang berkata tentang beliau bahwa kadang-kadang beliau terlihat arogan. Beliau berkata, �Kami bangga karena Dia, karena Dia adalah Tuhan kami, yang memberi kami Dukungan-Nya!
Beliau berkata, �Untuk mencapai Rahasia Ke-Esaan kadang-kadang mungkin, tetapi untuk meraih Rahasia Pengetahuan Spiritual (ma�rifat) adalah sangat sulit sekali.�
Pengetahuan Spiritual bagaikan air, dia mengambil warna dan bentuk cangkirnya. Pengetahuan Allah I begitu luar biasa, sehingga berapa pun yang kita ambil, itu hanya seperti sebuah tetes dalam Samudra yang Mahaluas. Dia bagaikan taman yang sangat luas, berapa pun yang kita pangkas, seolah-olah kita hanya memangkas sekuntum bunga saja.
Pandangannya terhadap Makanan
Syah Naqsyband k, semoga Allah I mensucikan jiwanya, berada dalam tingkatan tertinggi dalam menolak keinginan terhadap dunia ini. Beliau mengikuti jalan yang shaleh, terutama dalam hal tata cara makannya. Beliau mengambil segala jenis pencegahan sehubungan dengan makanannya. Beliau hanya mau makan dari barley yang ditanamnya sendiri. Beliau akan memanennya, menggilingnya, membuat adonan, menanak dan memanggangnya sendiri. Semua ulama dan para pencari di masanya membuat jalan mereka menuju rumahnya, agar bisa makan di mejanya dan mendapatkan berkah dari makanannya.
Beliau mencapai suatu kesempurnaan dalam hal penghematan; di musim dingin, beliau hanya meletakkan selembar karpet tua di lantai rumahnya dan ini tidak memberi perlindungan dari udara dingin yang menusuk. Di musim panas beliau meletakkan tikar yang sangat tipis di lantai. Beliau mencintai orang yang miskin dan membutuhkan. Beliau mendorong para pengikutnya untuk mencari nafkah dengan cara yang halal, yaitu dengan membanting tulang. Beliau mendorong mereka untuk membagikan uangnya kepada fakir miskin. Beliau memasak untuk fakir miskin dan mengundang mereka untuk makan bersama. Beliau melayani mereka dengan tangannya sendiri yang suci dan mendorong mereka agar tetap berada di Hadirat Allah I. Jika salah seorang di antara mereka memasukkan makanan ke dalam mulutnya dengan cara yang tidak baik, beliau akan menegurnya, melalui pandangan spiritualnya terhadap apa yang telah mereka lakukan dan mendorong mereka untuk tetap ingat kepada Allah I ketika sedang makan.
Beliau mengajarkan bahwa,
Salah satu pintu yang paling penting menuju ke Hadirat Allah I adalah makan dengan Kesadaran. Makanan memberikan kekuatan bagi tubuh, dan makan dengan kesadaran memberikan kesucian bagi tubuh.
Suatu saat beliau diundang ke sebuah kota bernama Ghaziat di mana salah seorang muridnya telah menyiapkan makanan baginya. Ketika mereka duduk untuk makan, beliau tidak menyentuh makanannya. Tuan rumah menjadi terkejut. Syah Naqsyband k berkata, �Wahai anakku, Aku ingin tahu bagaimana engkau menyiapkan makanan ini. Sejak engkau membuat adonan dan memasaknya sampai engkau menyajikannya, engkau berada dalam keadaan marah. Makanan in bercampur dengan kemarahan itu. Jika kita memakan makanan itu, Setan akan menemukan jalan untuk masuk melaluinya dan menyebarkan seluruh sifat buruknya ke seluruh tubuh kita.�
Di waktu yang lain beliau diundang ke kota Herat oleh rajanya, Raja Hussain. Raja Hussain sangat senang dengan kunjungan Syah Naqsyband k dan memberikan pesta besar baginya. Raja mengundang semua mentrinya, Syaikh-Syaikh dari kerajaannya dan seluruh tokoh terhormat. Beliau berkata, �Makanlah makanan ini. Ini adalah makanan yang murni, yang dibuat dari uang yang halal yang kudapat dari warisan ayahku.� Semua orang makan kecuali Syah Naqsyband k, hal ini mendorong Syaikh ul-Islam pada saat itu, Qutb ad-din, untuk bertanya, �Wahai Syaikh kami, mengapa engkau tidak makan?� Syah Naqsyband k berkata, �Aku mempunyai seorang hakim tempat Aku berkonsultasi. Aku bertanya kepadanya dan hakim itu berkata kepadaku, �Wahai anakku, mengenai makanan ini terdapat dua kemungkinan. Jika makanan ini tidak halal dan engkau tidak makan, bila engkau ditanya engkau dapat mengatakan Aku datang ke meja seorang raja tetapi Aku tidak makan. Maka engkau akan selamat karena engkau tidak makan. Tetapi bila engkau makan dan engkau ditanya, maka apa yang akan kau katakan? Maka engkau tidak akan selamat.� Pada saat itu, Qutb ad-Din begitu terkesan dengan kata-kata ini dan tubuhnya mulai bergetar. Beliau harus meminta izin kepada raja untuk menghentikan makannya. Raja sangat heran dan bertanya, �Apa yang harus kita lakukan dengan semua makanan ini?� Syah Naqsyband k berkata, �Jika ada keraguan mengenai kesucian makanan ini, lebih baik berikan kepada fakir miskin. Kebutuhan mereka (akan makanan-red) akan membuatnya halal bagi mereka. Jika seperti yang engkau katakan, makanan ini halal, maka akan lebih banyak lagi berkah dalam pemberian makanan ini sebagai sedekah kepada mereka yang membutuhkan daripada menjamu orang-orang yang tidak (benar-benar membutuhkannya-red).�
Sebagian besar hari-harinya dijalani dengan berpuasa. Jika seorang tamu mendatanginya dan beliau mempunyai sesuatu yang bisa ditawarkan kepadanya, maka beliau akan duduk menemaninya, membatalkan puasanya dan makan bersamanya. Beliau berkata kepada para pengikutnya bahwa para Sahabat Rasulullah e biasa melakukan hal yang sama. Syaikh Abul Hasan al-Kharqani k berkata dalam bukunya, Prinsip-Prinsip Thariqat dan Prinsip-Prinsip dalam Meraih Makrifat,
Jagalah keharmonisan dengan para sahabat, tetapi tidak dalam berbuat dosa. Ini berarti bahwa jika engkau sedang berpuasa, lalu ada seseorang yang berkunjung sebagai teman, maka engkau harus duduk bersamanya dan makan bersamanya demi menjaga adab dalam berteman dengannya. Salah satu prinsip dalam puasa, atau ibadah lainnya adalah menyembunyikan apa yang dilakukan oleh seseorang. Jika seseorang membukanya, misalnya dengan berkata kepada tamunya bahwa dia sedang berpuasa, maka kebanggaan bisa masuk ke dalam dirinya sehingga menghancurkan puasanya. Inilah alasan di balik prinsip tersebut.
Suatu hari beliau diberikan seekor ikan yang telah dimasak sebagai hadiah. Di sekitarnya terdapat banyak orang miskin, di antara mereka terdapat seorang anak yang sangat shaleh dan sedang berpuasa. Syah Naqsyband k memberikan ikan itu kepada orang-orang miskin dan mengatakan kepada mereka, �Silakan duduk dan makan,� demikian pula kepada anak yang sedang berpuasa itu, �Duduk dan makanlah.� Anak itu menolak. Beliau berkata lagi, �Batalkan puasamu dan makanlah,� lagi-lagi anak itu menolak. Beliau bertanya kepadanya, �Bagaimana jika Aku memberimu salah satu di antara hari-hariku di bulan Ramadhan? Maukah engkau duduk dan makan?� Sekali lagi dia menolak. Beliau berkata kepadanya, �Bagaimana jika Aku memberimu seluruh Ramadhanku?� Namun masih saja dia menolak. Beliau berkata, �Bayazid al-Bistami k pernah suatu kali dibebani orang sepertimu.� Sejak saat itu anak itu terlihat berpaling untuk mengejar kehidupan duniawi. Dia tidak pernah berpuasa dan tidak pernah beribadah lagi.
Insiden yang dirujuk oleh Syah Naqsyband k terjadi ketika Syaikh Abu Turab an-Naqsybandi k mengunjungi Bayazid al-Bistami k. Pelayan beliau menawarkan makanan. Abu Turab k berkata kepada pelayan itu, �Datanglah ke sini, duduk dan makan bersamaku.� Pelayan itu menolak, �Tidak, Aku sedang berpuasa.� Beliau berkata, �Makanlah, dan Allah I akan memberimu pahala puasa selama satu tahun.� Dia tetap menolak. Beliau berkata lagi, �Ayo makan, Aku akan berdo�a kepada Allah I agar Dia memberimu pahala dua tahun puasa.� Kemudian Hadrat Bayazid k berkata, �Tinggalkan dia. Allah I tidak lagi memeliharanya.� Hari-hari berikutnya kehidupannya semakin buruk dan dia menjadi seorang pencuri.
Keajaiban-Keajaiban dan Kemurahannya
Keadaan Syah Naqsyband k berada di luar jangkauan untuk dilukiskan dan tingkat pengetahuannya pun tidak dapat dilukiskan. Salah satu keajaiban terbesarnya adalah eksistensinya itu sendiri. Beliau sering menyembunyikan tindakannya dengan tidak memperlihatkan kekuatan ajaibnya. Namun demikian banyak keajaibannya yang tercatat.
Syah Naqsyband k, semoga Allah I memberkati jiwanya, berkata,
Suatu hari Aku pergi bersama Muhammad Zahid k ke gurun. Beliau adalah seorang murid yang dapat dipercaya dan kami memiliki sebuah kapak beliung (pickaxe) yang kami gunakan untuk menggali. Ketika kami sedang bekerja dengan beliung itu, kami berdiskusi tentang tingkat pengetahuan yang dalam seperti itu di mana kami melempar beliung dan masuk lebih dalam ke dalam pengetahuan spiritual. Kami bergerak semakin dalam sampai pembicaraan kami mengantarkan kami pada asal penyembahan (ibadah). Dia bertanya kepadaku, �Wahai Syaikhku, sampai batas mana yang bisa dicapai oleh ibadah?� Aku berkata, �Ibadah mencapai tingkat kesempurnaan di mana orang yang beribadah dapat berkata kepada seseorang �meninggal� dan orang itu akan meninggal.� Tanpa sadar Aku menunjuk pada Muhammad Zahid k. Dengan segera dia meninggal. Dia berada dalam keadaan meninggal sejak matahari terbit hingga tengah hari. Hari itu sangat panas. Aku merasa cemas karena tubuhnya menjadi rusak akibat panas yang berlebihan. Aku menariknya ke bawah bayangan pohon dan Aku duduk di sana merenungkan persoalan ini. Ketika Aku merenung sebuah inspirasi dari Hadirat Ilahi masuk ke dalam hatiku dan mengatakan kepadaku agar berkata kepadanya, �Wahai Muhammad, hiduplah!' Aku mengucapkannya 3 kali. Hasilnya, jiwanya mulai memasuki tubuhnya, dan kehidupan mulai kembali lagi padanya. Secara perlahan dia kembali ke keadaan semula. Aku pergi ke Syaikhku dan menceritakan apa yang terjadi. Beliau berkata, �Wahai anakku, Allah I memberimu suatu rahasia yang belum pernah diberikan kepada orang lain.�
Syaikh Alauddin al-'Attar k berkata,
Suatu ketika raja Transoxiana, Sultan Abdullah Kazgan, datang ke Bukhara. Beliau memutuskan untuk berburu di sekitar Bukhara dan banyak orang yang menemaninya. Syah Baha'uddan Naqsyband k berada di desa sekitar. Ketika orang pergi berburu, Syah Naqsyband k pergi ke puncak bukit dan duduk di sana. Ketika beliau sedang duduk di sana, dalam benaknya terlintas pikiran bahwa Allah I memberikan kemuliaan yang berlimpah kepada para awliya. Karena kemuliaan itu, semua raja di dunia ini akan membungkuk kepada mereka. Belum lagi pikiran itu hilang dari hatinya, seorang penunggang kuda dengan mahkota di kepalanya seperti seorang raja, datang ke hadiratnya dan turun dari kudanya. Dengan rendah hati dia menyalami Syah Naqsyband k dan berdiri di hadiratnya dengan sangat sopan. Dia membungkuk di hadapan Syaikh tetapi Syaikh tidak menoleh kepadanya. Beliau membiarkannya berdiri selama satu jam. Akhirnya, Syah Naqsyband k melihatnya dan berkata, �Apa yang engkau lakukan di sini?� Dia berkata, �Aku seorang raja, Sultan Kazgan. Aku sedang pergi berburu, dan Aku mencium aroma yang sangat indah. Aku mengikutinya ke sini dan Aku menemukan engkau duduk di tengah cahaya yang sangat kuat.� Pikirannya yang tadi, �Semua raja di dunia ini akan membungkuk kepada para awliya� langsung menjadi kenyataan. Itulah bagaimana Allah I memuliakan pikiran para awliya-Nya.
Salah satu pengikutnya yang melayaninya di kota Merv melaporkan,
Suatu hari Aku ingin menemui keluargaku di Bukhara setelah mendengar bahwa saudaraku Syamsuddin meninggal. Aku membutuhkan izin dari Syaikhku untuk pergi. Aku berbicara dengan Amir Hussain, Pengeran dari Heart, untuk memintakan izin kepada Syah Naqsyband k atas namaku. Dalam perjalanan sepulang shalat Jumat, Amir Hussain mengatakan kepadanya tentang kematian saudaraku dan bahwa Aku meminta izin untuk pergi menemui keluargaku. Beliau berkata, �Tidak, hal itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin engkau berkata bahwa dia telah meninggal karena Aku melihatnya masih hidup. Lebih dari itu, Aku bahkan dapat mencium wangi tubuhnya. Aku akan membawanya ke sini sekarang.� Beliau baru saja mengakiri ucapannya ketika saudaraku muncul. Dia mendekati Syaikh, mencium tangannya dan menyalami Amir Hussain. Aku memeluk saudaraku dan itu adalah kebahagaiaan yang sangat besar di antara kami.
Syaikh Alauddin Attar k berkata,
Syaikh Syah Naqsyband k suatu kali duduk di sebuah asosiasi yang besar di Bukhara dan berbicara mengenai pembukaan tabir pandangan spiritual. Beliau berkata, �Sahabat terbaikku, Mawla 'Arif, yang berada di Khwarazm, (400 mil dari Bukhara) telah meninggalkan Khwarazm untuk gedung pemerintah, dan beliau sampai di stasiun kereta berkuda. Ketika beliau sampai di stasiun tersebut beliau tinggal di sana untuk beberapa saat dan sekarang kembali lagi ke rumahnya di Khwarazm. Beliau tidak melanjutkan perjalanannya ke Saray. Inilah bagaimana seorang wali dapat melihat dalam maqam pengetahuannya spiritualnya.� Setiap orang kaget mendengar cerita ini tetapi kami semua tahu bahwa beliau adalah seorang wali besar, maka kami mencatat waktu dan harinya. Suatu hari Mawla 'Arif datang dari Khwarazm ke Bukhara dan kami memberitahu dia mengenai kejadian itu. Dia sangat kaget dan berkata, �Sebenarnya, itulah kejadian yang sesungguhnya.�
Beberapa ulama dari Bukhara bepergian ke Iraq bersama beberapa murid Syah Naqsyband k ketika mereka tiba di kota Simnan. Mereka mendengar bahwa ada sosok yang diberkati yang bernama Sayyid Mahmoud, yang merupakan murid Syaikh. Mereka pergi mengunjungi rumahnya dan bertanya kepadanya, �Bagaimana engkau bisa berhubungan dengan Syaikh?� Beliau berkata,
Suatu ketika Aku melihat Rasulullah e dalam sebuah mimpi, duduk di sebuah tempat yang sangat baik, dan di sampingnya duduk seorang dengan penampilan yang sangat elok. Aku berkata kepada Rasulullah e dengan penuh hormat dan rendah hati, �Ya Rasulullah e, Aku tidak diberi kemuliaan untuk menjadi sahabatmu semasa hidupmu. Apa yang dapat kulakukan dalam hidupku agar bisa mendekati kemuliaan itu?� Beliau berkata, �Wahai anakku jika engkau ingin dimuliakan dengan menjadi sahabat kami dan duduk bersama kami dan diberkati, engkau harus mengikuti anakku, Syah Baha�uddin Naqsyband k.� Aku lalu bertanya, �Siapakah Syah Baha�uddin Naqsyband k?� Beliau menjawab kepadaku, �Apakah engaku lihat orang yang duduk di sebelahku? Inilah orangnya. Jagalah kebersamaanmu dengannya.� Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Ketika Aku bangun, Aku menulis namanya dan deskripsinya dalam sebuah buku yang kumiliki di perpustakaanku. Hari-hari pun berlalu setelah mimpi itu, sampai suatu hari, ketika Aku sedang berdiri di sebuah toko, Aku melihat seseorang dengan penampilan yang anggun dan bercahaya mendatangi toko dan duduk di sebuah kursi. Ketika Aku melihatnya, Aku ingat mimpi itu dan apa yang terjadi di dalamnya. Dengan segera Aku menghampirinya dan bertanya kepadanya apakah beliau berkenan mengunjungi rumahku dan tinggal bersamaku. Beliau menerimanya dan mulai berjalan di depanku sementara itu Aku mengikutinya. Aku malu untuk berjalan di depannya, bahkan untuk menunjukkan jalan menuju rumahku. Beliau tidak menoleh sekali pun kepadaku, tetapi langsung mengambil jalan menuju rumahku. Aku baru saja ingin mengatakan, �Inilah rumahku�, ketika beliau berkata, �Ini rumahmu.� Beliau berjalan ke dalam dan langsung menuju ruangan istimewaku. Beliau berkata, �Ini kamarmu.� Beliau pergi ke lemari dan mengambil sebuah buku di antara ratusan buku. Beliau memberikan buku itu dan bertanya padaku, �Apa yang engkau tulis di sini?� Apa yang telah kutulis adalah apa yang kulihat dalam mimpi. Dengan segera suatu keadaan tidak sadar menguasaiku dan Aku merasa pusing dengan cahaya yang masuk ke dalam hatiku. Ketika Aku bangun, Aku bertanya kepadanya apakah beliau akan menerimanya. Beliau adalah Syah Baha'uddin Naqsyband k.
Syaikh Muhammad Zahid k berkata,
Di awal perjalananku dalam Thariqat ini, Aku duduk di sampingnya suatu hari di musim semi. Sebuah keinginan akan semangka masuk ke dalam hatiku. Beliau melihatku dan berkata, �Muhammad Zahid k, pergilah ke sungai di dekat kita itu dan bawakan kepada kita apa yang engkau lihat dan kita akan memakannya.� Dengan segera Aku pergi ke sungai itu. Airnya sangat dingin. Aku menyelam ke dalamnya dan menemukan sebuah semangka di bawah air, sangat segar, seolah-olah baru saja dipotong dari dahannya. Aku sangat bergembira dan Aku mengambilnya dan berkata, �Wahai Syaikhku terimalah aku.��
Salah satu muridnya melaporkan hal berikut mengenai kunjungannya menemui beliau.
Sebelum kunjungan itu beliau menanyakan Syaikh Syadi, salah seorang murid senior, untuk menasihatinya, �Beliau berkata kepadaku, �Wahai saudaraku, bila engkau pergi mengunjungi Syaikh atau ketika engkau duduk di tengah kehadiran Syaikh, berhati-hatilah agar jangan meletakkan kakimu sedemikian rupa sehingga kakimu menghadap ke arahnya.� Segera setelah Aku meninggalkan Ghaziut dalam perjalananku ke Qasr al-'Arifan, Aku menemukan sebuah pohon dan berbaring di bawahnya dengan kaki berselonjor. Sayangnya seekor binatang datang dan menggigit kakiku. Kemudian aku tertidur lagi dengan rasa nyeri, dan ketika aku tertidur seekor binatang menggigitku lagi. Tiba-tiba aku sadar bahwa Aku telah membuat suatu kesalahan besar, Aku telah menghadapkan kakiku ke arah Syaikhku. Dengan segera Aku bertaubat dan binatang yang menggigitku itu pun pergi.
Suatu saat beliau didesak untuk memperlihatkan kekuatan ajaibnya untuk mempertahankan salah satu penerusnya di Bukhara, Syaikh Muhammad Parsa k. Hal ini terjadi ketika Syaikh Muhammad Syamsuddin al-Jazari datang ke Samarkand, di masa Raja Mirza Aleg Beg, untuk menentukan pembenaran atas mata rantai transmisi dalam Narasi Hadits. Beberapa ulama korup yang iri mengeluh bahwa Syaikh Muhammad Parsa k telah memberikan narasi-narasi hadits yang rantai transmisinya tidak dikenal. Mereka berkata kepada Syamsuddin, �Jika engkau mencoba memperbaiki masalah itu, Allah I akan memberimu pahala yang besar.� Syaikh Muhammad Syamsuddin meminta Sultan untuk memerintahkan Syaikh Muhammad Parsa k agar muncul. Syaikh ul-Islam di Bukhara, Husamuddin an-Nahawi, berada di sana, bersama dengan sejumlah ulama dan imam dari daerah itu.
Syah Naqsyband k datang bersama Muhammad Parsa k ke pertemuan itu. Lalu Syaikh Husamuddin menanyakan Muhammad Parsa k mengenai sebuah hadits. Muhammad Parsa k menarasikan hadits itu bersama dengan mata rantai transmisinya. Syaikh Muhammad al-Jazari berkata, �Tidak ada yang salah dalam haditsnya, tetapi mata rantainya tidak benar.� Ketika mendengar ini para ulama yang iri merasa gembira. Mereka meminta Muhammad Parsa k memberi mata rantai yang lain untuk hadits tersebut. Beliau melakukannya, tetapi tetap saja dikatakan bahwa itu tidak benar. Mereka meminta mata rantai yang lain, beliau memberikannya dan tetap saja mereka menemukan kesalahan di dalamnya.
Syah Naqsyband k turun tangan, karena beliau tahu bahwa apa pun mata rantai yang diberikan, mereka akan mengatakan bahwa itu salah. Beliau memberi inspirasi kepada Muhammad Parsa k untuk bertanya langsung kepada Syaikh Husamuddin dan berkata kepadanya, �Engkau adalah Syaikh ul-Islam dan seorang mufti. Dari apa yang telah engkau pelajari mengenai pengetahuan eksternal dan syari�ah serta pengetahuan mengenai hadits, apa yang engkau katakan mengenai narator-narator tersebut?� Syaikh Husamuddin berkata, �Kami menerima orang itu dan kami mendasarkan banyak pengetahuan mengenai hadits pada narasi mereka, dan buku-buku mereka kami terima, dan silsilahnya diterima oleh semua ulama, dan tidak ada beda pendapat mengenai hal itu.� Muhammad Parsa k berkata, �Buku orang itu, yang engkau terima ada di rumahmu di perpustakaanmu, di antara buku ini dan ini. Dia terdiri atas 500 halaman dan warnanya adalah ini dan ini, dan sampulnya terlihat seperti ini dan ini, dan hadits yang engkau tolak oleh orang tersebut ada di halaman ini dan ini.�
Syaikh Husamuddin merasa bingung dan keraguan mendatangi hatinya, karena dia tidak ingat pernah melihat buku seperti itu di perpustakaannya. Semua orang terkejut bahwa Syaikh mengetahui buku itu tetapi pemiliknya tidak mengetahuinya. Tidak ada alternatif lain kecuali untuk mengutus seseorang untuk mengecek. Hadits tersebut ditemukan sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad Parsa k. Ketika raja mendengar kisah ini, para ulama yang membawa masalah ini dihinakan sementara Syah Naqsyband k dan Muhammad Parsa k mendapat kemuliaan.
Keadaannya ketika Meninggalkan Dunia ini
Syaikh Ali Damman, salah seorang pelayan dari Syaikh berkata, �Syaikh menyuruhku untuk menggali makamnya. Ketika aku menyelesaikannya, aku bertanya dalam hati, �Siapa yang akan menjadi penerusnya?� Beliau bangkit dari bantalnya dan berkata kepadaku, �Oh anakku, jangan melupakan apa yang kukatakan kepadamu ketika kita dalam perjalanan ke Hijaz. Siapa pun yang ingin mengikutiku dia harus mengikuti Syaikh Muhammad Parsa k dan Syaikh Alauddin Attar k.�
Di hari-hari terakhirnya, beliau tinggal di kamarnya. Orang-orang berziarah mengunjunginya dan beliau memberi nasihat kepada mereka. Ketika beliau memasuki sakitnya yang terakhir beliau mengunci dirinya di dalam kamar. Bergelombang-gelombang pengikutnya mulai berdatangan mengunjunginya dan beliau masing-masing memberi nasihat yang mereka butuhkan. Pada suatu saat beliau memerintahkan mereka membaca surat Yaa Sin. Kemudian ketika mereka menyelesaikannya, beliau berdo�a kepada Allah I lalu mengangkat jari telunjuk kanannya untuk mengucapkan syahadat. Segera setelah beliau mengucapkannya, jiwanya kembali kepada Allah I.
Beliau meninggal pada hari Minggu malam, 3 Rabi'ul-Awwal, 791 H (1388 M). beliau dimakamkan di halaman rumahnya sebagaimana permintaan beliau. Penerus Raja Bukhara menjaga madrasah dan masjidnya, memperluas dan meningkatkan waqafnya.
Abdul Wahhab asy-Sya'arani k, seorang Kutub Spiritual di masanya mengatakan, �Ketika Syaikh dikuburkan di makamnya, sebuah pintu surga terbuka baginya, menjadikan makamnya sebagai taman dari Surga. 2 makhluk spiritual yang indah mendatanginya dan memberinya salam dan berkata kepadanya, �Sejak Allah I menciptakan kami sampai sekarang, kami telah menunggu saat ini untuk melayani engkau.� Beliau berkta kepada kedua makhluk spiritual ini, �Aku tidak berpaling kepada yang lainnya kecuali kepada-Nya. Aku tidak membutuhkan kalian tetapi Aku membutuhkan Tuhanku.�
Syah Naqsyband k meninggalkan banyak penerus, yang paling terhormat di antara mereka adalah Syaikh Muhammad bin Muhammad Alauddin al-Khwarazmi al-Bukhari al-Attar k dan Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Mahmoud al-Hafizi k, yang dikenal sebagai Muhammad Parsa k, penulis Risala Qudsiyya. Kepada yang pertamalah Syah Naqsyband k meneruskan rahasia dari Mata Rantai Emas.

. . . . .
Get Adobe Flash player
InstaForex

Comments

Popular posts from this blog

PUCUNG: (Cuplikan Serat Wedhatama)

Sayyid As Syaikh ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani

Doa Faraj Nabi Khidir AS